Sabtu, 15 Desember 2012

Hari masih begitu pagi, suara kicauan burungpun belum terdengar, dingin nya terasa menusuk sampai ke tulang bagian dalam tubuhku. Masih seperti hari-hari sebelumnya, menahan rasa kantuk yang tak bisa di kompromi, efek dari obat yang diberikan dokter itu benar-benar mujarab mensukseskan lemah tubuhku. Tetap saja aku tak mau tidur kali ini, walau bantal dan kasur sedari tadi memanggil, aku tak mau menghiraukan mereka, biarlah mereka terus menyapa, aku tak lagi peduli akan itu.

 Matahari mulai tersenyum, memberikan senyuman paling indah pagi ini, disambut dengan kicauan burung-burung yang mondar-mandir di belakang indekos ku, menikmati indahnya pekarangan sawah yang terbentang luas, hijau nya mendamaikan hati orang yang melihat. Tanda-tanda kehidupan telah dimulai, satu persatu penghuni indekos ku mulai terbangun dari mimpi-mimpi indah mereka, mengantri di depan kamar mandi satu-satunya milik penghuni kamar lantai 2. Sebenarnya, tanda-tanda kehidupan itu sudah mulai dari 2 jam yang lalu, sekitar jam 4 tadi alarm ponsel ku sudah berbunyi, bukan maksud untuk mengganggu tidur nyenyak ku, tapi sengaja ku atur demikian agar aku selalu bangun untuk salat subuh tepat waktu. Suara azan dari masjid yang tak jauh dari indekos ku sebenarnya cukup menyadarkan ku dari tidur, begitu juga penghuni indekos yang lain, tapi tak satu pun dari mereka yang terbangun.

Sekitar jam 6 pagi, aku masih saja sibuk di depan layar leptop ku, asyik menjelajahi dunia HTML yang terdapat di blogspot, bermain-main dengannya sambil mencari-cari rumus yang aku inginkan, agar tampilan blog ku sesuai dengan apa yang aku harapkan. Tiba-tiba Gunawan datang, salah seorang teman kampus ku, Ia mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Aku hanya melirik nya sekilas sambil membalas salamnya, dalam aturan agamaku yaitu agama islam, memberikan salam yakni “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” hukumnya sunah, sedangkan barang siapa yang mendengar salam tersebut maka harus menjawabnya “wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” kenapa harus, karena hukumnya wajib, maka aku tak mau melewatkan kesempatan itu, sunah Rasul.

Kali ini, Gunawan mau meminjam jasku, jas itu selalu saja laris setiap acara wisuda di kampus ku, benar-benar mengingatkan ku pada memori yang tersimpan rapi di ingatanku, sekitar tahun 2008 yang lalu.
“Alumni ke 42 memasuki ruangan.” Suara MC meredamkan suara gemuruh para tamu undangan di gedung pertemuan. Lantunan musik yang berjudul Derai ciptaan alumni 38 mengiringi langkah para santri.
kali ini, saat ini, hari yang kita nantikan
ku berharap, suatu saat nanti, kita kan bertemu lagi.
Lagu itu terus saja terdengar, suara tamu yang seperti penjual dan pembeli di pasar tak terdengar lagi, semua mata memandang kepada para alumni yang masuk ke dalam gedung. Benar-benar menyentuh, samar-samar terdengar suara tangisan disela-sela hentakkan kaki. Memang benar, hari itulah yang selama ini ditunggu, hari setelah berjuang bersama selama 4 sampai 6 tahun lamanya, berjuang bersama-sama atas nama agama. Tapi hari itu bukanlah hari akhir bagi mereka, karena itulah awal untuk berjuang yang sesungguhnya.

Sekitar jam 10 pagi Tomi menghampiri ku, rencananya kala itu adalah membelikan kado ulang tahun buat salah seorang sahabat, kemudian menuju ke kampus karena di sana  telah dinanti oleh Gita, Novi, Mba’ Ika, Kunanti dan tentu saja Melia. Melia sahabat kami yang terkesan pendiam tapi ia bisa saja menjadi monster ketika berbicara adalah gadis cantik nan jelita. Ia begitu berbeda kala itu, pakaiannya yang Ia kenakan sangat menarik perhatian, kebaya nya membuat ia terlihat anggun, ditambah lagi riasan wajahnya menandakan Ia adalah wanita yang sempurna. Tak ada yang heran Ia berdandan seperti itu mungkin telah menghabisakan waktu berjam-jam untuk mengikuti acara pelepasan wisuda fakultas ku, jum’at 14 Desember, sehari sebelumnya adalah ulang tahun Melia yang bertepatan pada 13 Desember 2012, akhirnya kami memberikan kado boneka babi berwarna merah muda yang sedang memakai pita.

engko diseneni mas Andi loh” komentarnya setelah tahu bahwa kado nya adalah boneka babi yang besar.

“hahahaa” kami yang mendengarkan komentarnya tertawa serempak.

Esok hari, bertepatan dengan acara wisuda yang digelar oleh Universitas, kami kembali berkumpul di rumah makan “sego wiwit”. Tomi yang terlihat sibuk karena tak ada satu pun teman-teman yang datang kala itu, Gita dengan senyum khasnya, seperti kumis kucing katanya membela diri bahwa senyumnya yang paling manis diantara kami, mba’ Ika yang kala itu terlihat seperti "perumpuan" sesungguhnya yang nampak dari pose nya ketika berfoto, Novi terlihat berbeda dengan gaya jilbab nya yang sedikit mode, Gugus yang selalu saja terlambat dan selalu saja di omelin oleh teman-teman yang lain atas keterlambatan nya, dengan santai datang memegang kamera merasa tak berdosa, serta Melia masih dengan toga nya turun dari dalam mobil berjalan menuju tempat kami menunggu sambil membawa brownis. “asikk ada 2 kotak brownis” guman ku riang dalam hati. Tentunya ada keluarganya Melia dan teman-teman dekatnya selain kami.

Hujan, hujan yang membuat cair suasana, hujan yang membuat tidur lelap, hujan yang memisahkan semua cerita, cerita kita hari itu, karena hujan turun, begitu deras.

0 komentar:

Posting Komentar